Secara
umum, Andre Villas-Boas (AVB) adalah pelatih menjanjikan. Untuk kelas
pelatih papan atas, usianya masih sangat muda, 34 tahun. Prestasinya di
FC Porto pasti akan sangat menggoda para pemilik klub untuk menggaetnya.
Dalam
semusim (2010-2011) di Porto, AVB meraih empat trofi juara: Super
Portugal, Liga Portugal, Europa League dan Piala Portugal. Bahkan dalam
semusim itu, Porto tidak terkalahkan.
Dengan catatan itulah,
pemilik Chelsea Roman Abramovich rela merogoh kocek hingga 15 juta euro
untuk memboyongnya ke Stamford Bridge. Abramovich mungkin berpikir AVB
punya keuntungan karena pernah menjadi asisten pelatih Chelsea dan
titisan Jose Mourinho, pelatih sukses Chelsea yang memberi enam trofi
juara pada masa 2004-2007.
Masa kerja AVB untuk kedua kalinya di
Chelsea, kali ini sebagai pelatih (manager), terlihat menjanjikan. The
Blues meraih 9 kemenangan dalam 12 pertandingan awal di Liga Premier
musim ini.
Namun apa daya. AVB mulai menemui jalan terjal ketika
kompetisi memasuki bulan Desember 2011 dan Januari 2012 yang dikenal
sebagai masa padat pertandingan Liga Premier.
Puncaknya, Chelsea
hanya mampu meraih satu kemenangan dalam tujuh partai terakhirnya di
semua ajang. Bahkan yang terbaru, Chelsea untuk pertama kalinya sejak
1979 mengalami kekalahan dari West Bromwich Albion.
Chelsea pun
terperosok di posisi kelima dan terancam dilompati oleh Newcastle United
yang hanya berada setingkat di bawah. Akibatnya, AVB harus rela
kehilangan pekerjaan.
Apa yang membuat AVB dengan latar belakang keren justru gagal di Chelsea?
1. Gaya bermain Chelsea
AVB
tidak meramu permainan yang sesuai dengan mayoritas amunisi Chelsea
yang mulai keropos dimakan usia. Dia mengusung konsep permainan gaya
Inggris — ada unsur umpan jauh dan umpan silang untuk menjaring gol —
yang sudah mulai ditinggalkan oleh sejumlah tim papan atas.
Chelsea
punya keunggulan dalam aliran bola di lapangan tengah. Penguasaan bola
berjalan dinamis, namun Juan Matta dkk. Selalu sulit mengakhiri serangan
dengan peluang mencetak gol.
Akibatnya, Chelsea selalu
mengakhiri serangan dengan umpan silang nan monoton dan mudah
diantisipasi lawan. Adapun tim-tim papan atas Liga Premier mulai arang
melepas umpan silang. Para pemain sayap lebih suka menerobos masuk kotak
penalti lawan.
Di Chelsea, pemain sayap yang kadang kala
menerobos hanya Ashley Cole. Tidak heran kalau pemain tim nasional
Inggris ini adalah penghasil assist kedua terbanyak di Chelsea musim
ini, di bawah Matta. Anehnya, AVB tidak melihat hal ini perlu
dioptimalkan.
Salah satu kelemahan Chelsea di tangan AVB adalah
kurangnya gerakan pemain tanpa bola, ditambah lagi jarak antara pemain
yang berjauhan. Gaya bermain seperti ini memang berhasil diterapkan di
Porto. Namun para pemain Chelsea mulai uzur. Bahkan melepaskan diri dari
kawalan bek lawan pun mereka sudah kesulitan.
Singkatnya, permainan Chelsea menjadi monoton dan mudah dibaca lawan.
2. AVB berlagak diktator
Dia
tipe pelatih keras dan terobsesi pada detail. Dari menit ke menit, AVB
selalu memberi instruksi dari pinggir lapangan seperti hanya dilakukan
oleh Rafael Benitez atau Louis van Gaal.
Tetapi AVB tidak
demokratis. Dia enggan berdiskusi dengan para pemainnya. Perintahnya tak
bisa dibantah. Bila seorang pemain dianggap tidak bermain dengan baik,
AVB tidak segan-segan mencadangkannya di partai berikut.
Itulah
yang terjadi pada gelandang dan wakil kapten tim, Frank Lampard. Bersama
dengan kapten John Terry, Lampard adalah maskot Chelsea. Pujaan
suporter. Pemain tertajam Chelsea musim ini dengan 10 gol. Namun AVB
dengan cuek menjadikannya sebagai pilihan kedua, bukan lagi pemain
utama.
Sejatinya tak masalah. Pelatih memang punya kuasa untuk
memainkan dan mencadangkan pemain tertentu. Namun dalam kasus ini, AVB
lupa, dia kurang pengalaman dan usianya relatif sebaya dengan para
pemain senior Chelsea. Berlagak diktator seperti ini menjadi bumerang.
3. Abramovich fokus pada hasil
Yang
terakhir adalah gaya Abramovich yang terlalu terpaku pada hasil, bukan
proses. Gaya seperti ini akan membebani pelatih. Pemilik klub seperti
Abramovich lupa bahwa sepak bola adalah bisnis berbeda. Ada unsur
hasrat, proses dan budaya.
Tak ada yang pasti di sepak bola. AVB
mungkin saja gagal, tetapi siapa tahu dia akan sukses di musim berikut.
Namun apa daya, Abramovich tak mau melihat pengandaian seperti itu. AVB
dinilai tidak memenuhi target dan harus hengkang.